TUGAS SOFTSKILL
ASPEK DALAM HUKUM EKONOMI
NAMA : EKO MAHENDRA
NPM : 22216288
KELAS : 2EB02
1. WANPRESTASI
Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu
persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat
persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat
bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang
diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban
untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu
prestasi.
Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh
para pihak tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan
kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak
melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini disebut wanprestasi.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban
yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu
perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun
perikatan yang timbul karena undang-undang.(Ibid. Hal. 20.)
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih
terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga
tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak
dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai
istilah yaitu: “ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain
sebagainya.
Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah
menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestsi”.
Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan
memberi pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.
Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan bahwa wanprestasi adalah
ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal
yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali
daslam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk
prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”.
Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa “wanprestsi” itu asalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
- Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
- Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan.
- Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
- Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan
Bentuk-bentuk Wanprestasi:
- Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
- Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
- Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
- Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
- Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
- Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
2. CONTOH WANPRESTASI
Kasus
Wanprestasi Anak Perusahaan Krakatau Stell Dimeja Hijaukan
A.
Alur
kejadian
Pada 8 Agustus
2012, PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) melakukan penandatanganan
perjanjian kerjasama dengan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) – anak perusahaan
PT. Krakatau Stell mengenai pengerukan Idredging Minus 12 Meter LWS (Low Water
Spring) di dermaga III PT. KBS Cilegon, Banten, No. HK.02.01/030A/DU/VIII/2012
jo No. 06/ASIP/KBS/PO/VIII/2012, Dengan jangka waktu pengerjaan 8 Agustus 2012
sampai dengan 5 Januari 2013 (yaitu 150 hari sejak 8 Agustus 2012) dan dengan
nilai keseluruhan proyek yaitu Rp 9,550 Milyar. Akan tetapi, ditengah-tengah
pengerjaan proyek, ada permasalahan yang mengakibatkan PT. KBS melakukan
pemutusan kerjasama dengan PT. ASIP secara sepihak yaitu per 20 November 2012.
Padahal pada waktu itu proyek yang dikerjakan sudah mencapai 19,549 % per 23
Oktober 2012.
Perlu diketahui,
ternyata PT. ASIP sudah mengeluarkan biaya operasional, serta menyetorkan dana
sekitar Rp 5 Milyar yang dibagi dalam dua tahap yaitu RP 500 juta digunakan
sebagai jaminan uang muka dan Rp 500 juta lagi digunakan untuk jaminan
pelaksanaan pada Bank Bukopin cabang Sidoarjo.
Akan tetapi,
sekitar awal Januari 2013 pihak Bank Bukopin telah mencairkan bank garansi
(uang jaminan) yang telah disetorkan PT. ASIP tersebut kepada PT. KBS tanpa persetujuan
dari pihak PT. ASIP. Tindakan ini yang telah dilakukan oleh Bank Bukopin cabang
Sidoarjo ini tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ungkap Adil
pradjadja kuasa hukum PT. ASIP.
B. Permasalahan
Jadi, dalam
kasus diatas siapakah yang bersalah ? Berdasarkan alur cerita diatas, PT.
Krakatau Bandar Samudra bersalah atas PT. Acretia Shosa Inti Persada. Karena, PT.
Krakatau Bandar Samudra (KBS) melakukan wanprestasi dengan memutuskan kontrak
kerja yang telah ditandatangani dengan PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP)
secara sepihak per 20 November 2012 karena terdapat permasalahan yang tadak
dapat dijelaskan.
Kemudian, dalam
kasus diatas juga terdapat pihak ketiga yaitu Bank Bukopin cabang Sidoarjo yang
melakukan pelanggaran atau cacat janji kepada PT. Acretia Shosa Inti Persada.
Sebab pada saat itu PT. ASIP telah mengeluarkan biaya operasional serta
menyetorkan dana sebesar Rp 1 Milyar kepada Bank Bukopin cabang Sidoarjo.
Namun, bank bukopin telah mencairkan dana tersebut kepada PT. KBS tanpa
persetujuan dari pihak PT. ASIP.
C. Analisis Kasus
C. Analisis Kasus
Dalam sebuah
perjanjian selalu ada dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki hak yang
harus dipenuhi begitu juga dengan PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) yang
melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) – anak
perusahaan PT. Krakatau Stell mengenai pengerukan Idredging Minus 12 Meter LWS
(Low Water Spring) di dermaga III PT. KBS Cilegon, Banten, No.
HK.02.01/030A/DU/VIII/2012 jo No. 06/ASIP/KBS/PO/VIII/2012, Dengan jangka waktu
pengerjaan 8 Agustus 2012 sampai dengan 5 Januari 2013 dan dengan nilai
keseluruhan proyek yaitu Rp 9,550 Milyar. Akan tetapi, ditengah-tengah
pengerjaan proyek, ada permasalahan yang mengakibatkan PT. KBS melakukan
pemutusan kerjasama dengan PT. ASIP secara sepihak yaitu per 20 November 2012.
Pdahal menurut pasal 1320 Kitab
Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat
yaitu :
1.
Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah
bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau adanya
penawaran dan penerimaan dari suatu perjanjian, setuju disini yaitu sekata
mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan
secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan.
Dalam hal ini adalah PT. Acretia Shosa
Inti Persada (ASIP) dan
PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS).
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu
perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan
hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat
pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.
adanya objek perjanjian, yaitu dalam hal ini adalah
penggarapan proyek LWS (Low Water
Spring).
4. Sebab yang halal yaitu tujuan antara dua belah pihak yang
mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang
tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata
susila atau ketertiban. Menurut Pasal
1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak
mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Tindakan yang
dilakukan oleh PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo ini telah melanggar hukum
mengenai wanprestasi pasal 1238 KUHPer yang akibatnya seharusnya pihak debitor
yaitu PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo membayar ganti rugi kepada pihak
kreditor yaitu PT. ASIP. Dikarenakan PT. KBS sendiri telah memutuskan kontrak
kerja secara sepihak setelah PT. ASIP telah menngeluarkan biaya operasional
serta menyetorkan dana untuk uang muka dan jaminan pelaksanaan sebesar Rp 1
Milyar kepada Bank Bukopin. Sedangkan pihak Bank Bukopin sendiri dirasa telah
lalai dalam kewajibannya dan telah mencairkan dana tersebut kepada PT. KBS
tanpa sepengetahuan PT. ASIP.
Sesuai ketentuan pasal 1267 KUHPer Debitur harus membayar ganti
rugi kepada kreditur. Dan sesuai dengan pasal 1246 KUHPer tentang bagian-bagian kerugian, yaitu:
1)
Biaya,
yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan
oleh pihak.
2)
Rugi,
yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan satu pihak yang
diakibatkan oleh pihak lainnya.
3)
Bunga,
yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur
apabila debitur tidak lalai.
Dan kerugian yang harus
dibayar oleh PT. KBS adalah tentang biaya yang telah di keluar-kan PT. ASIP
yang telah digunakan untuk biaya operasional dan biaya untuk jaminan uang muka
dan jaminan pelaksanaan kerja.
Sedangkan dari pihak Bank Bukopin sendiri karena telah meletakkan
uang dalam bank maka dia berhak atas bunga yang telah ada. Jadi Bank Bukopin
harus melunasi atau menyerahkan ganti rugi untuk bunga dari PT. ASIP.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 pasal 14 dan 17 Tahun 1998
tentang perbankan menerangkan bahwa :
Pasal
14. Penitipan adalah penyimpanan harta
berdasarkan perjanjian atau kontrak antara
Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak
mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.
Pasal
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang
menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank
dengan nasabah yang bersangkutan.
Dalam
pasal-pasal tersebut telah jelas bahwa seorang kreditor mempunyai hak atas uang
yang telah ia taruh di Bank dan dari pihak yang tidak bersangkutan tidak berhak
memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu atas barang titipan atau simpanan
tersebut tanpa seijin dari pihak yang bersangkutan dan sesuai dengan perjanjian
yang telah terjalin antara keduanya.
Dan dalam hal
ini Bank Bukopin telah melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dengan mencairkan
dana yang telah diberikan oleh PT. ASIP guna untuk jaminan uang muka dan
jaminan pelaksanaan proyek kerja yang telah dijalani bersama PT. KBS secara
sepihak dan tanpa persetujuan dari PT. ASIP sendiri serta tidak membayarkan
bunga yang seharusnya menjadi hak PT. ASIP tersebut.
D. Kesimpulan
Berdasarkan
analisa diatas dapat disimpulkan bahwa PT. ASIP sebagai pihak yang dirugikan
atas tindak pelanggaran hukum oleh PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo.
Karena mereka telah melakukan wanprestasi dan penyalah gunaan hak atas barang
yang bukan haknya kepada PT. ASIP. Sehingga kedua pihak harus diproses dan
dikenakan hukum perdata yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 1238
KUHPer yang mengatur tentang wanprestasi serta
menerima sanksi bahwa pihak tersebut harus mengganti rugi atas uang yang
telah dikeluarkan oleh PT. ASIP untuk
uang jamian kerja dan jaminan pelaksanaan serta untuk biaya operasional
lainnya, sesuai dengan ketentuan pasal 1267 KUHPer tentang ganti rugi.
Selain
itu untuk pihak Bank Bukopin sendiri harus menerima sanksi untuk membayarka
bunga dari uang yang disetorkan oleh
pihak PT. ASIP dahulu (jika ada) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perbankan dan Bank Bukopin juga harus bertanggung jawab atas
pencairan uang yang dilakukannya tanpa pemberitahuan pihak pertama sesuai
dengan ketentuan Surat Keputusan Direksi Bnak Umum Indonesia yang menerangkan
tentang garansi bank dan ketentuan-ketentuan lainnya.
sumber : http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-prestasi-wanprestasi.html
https://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalam-perjanjian/
http://amirrusdy1.blogspot.co.id/2014/02/kasus-wanprestasi.html