Rabu, 18 April 2018

Tugas 2 Aspek Hukum Dalam Ekonomi

TUGAS SOFTSKILL
ASPEK DALAM HUKUM EKONOMI


NAMA : EKO MAHENDRA
NPM     : 22216288
KELAS : 2EB02

1. WANPRESTASI

Semua subjek hukum baik manusia atau badan hukum dapat membuat suatu persetujuan yang menimbulkan prikatan diantara pihak-pihak yang membuat persetujuan tersebut. Persetujuan ini mempunyai kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang melakukan perjanjian tersebut sebagai mana yang diatur di dalam pasal 1338 KUH Perdata.
Di dalam perjanjian selalu ada dua subjek yaitu pihak yang berkewajiban untuk melaksanakan suatu prestasi dan pihak yang berhak atas suatu prestasi.
Didalam pemenuhan suatu prestasi atas perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak tidak jarang pula debitur (nsabah) lalai melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya atau tidak melaksanakan seluruh prestasinya, hal ini disebut wanprestasi.
Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda “wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul karena undang-undang.(Ibid. Hal. 20.)
Pengertian mengenai wanprestasi belum mendapat keseragaman, masih terdapat bermacam-macam istilah yang dipakai untuk wanprestasi, sehingga tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak dipergunakan. Istilah mengenai wanprestasi ini terdaspat di berabgai istilah yaitu: “ingkar janji, cidera janji, melanggar janji, dan lain sebagainya.
Dengan adanya bermacam-macaam istilah mengenai wanprestsi ini, telah menimbulkan kesimpang siuran dengan maksud aslinya yaitu “wanprestsi”. Ada beberapa sarjana yang tetap menggunakan istilah “wanprestasi” dan memberi pendapat tentang pengertian mengenai wanprestsi tersebut.
Dr. Wirjono Prodjodikoro SH, mengatakan bahwa wanprestasi adalah ketiadaan suatu prestasi didalam hukum perjanjian, berarti suatu hal yang harus dilaksanakan sebagai isi dari suatu perjanjian. Barangkali daslam bahasa Indonesia dapat dipakai istilah “pelaksanaan janji untuk prestasi dan ketiadaan pelaksanaannya janji untuk wanprestasi”.
Prof. R. Subekti, SH, mengemukakan bahwa “wanprestsi” itu asalah kelalaian atau kealpaan yang dapat berupa 4 macam yaitu:
  1. Tidak melakukan apa yang telah disanggupi akan dilakukannya.
  2. Melaksanakan apa yang telah diperjanjikannya, tetapi tidak sebagai mana yang diperjanjikan.
  3. Melakukan apa yang diperjanjikan tetapi terlambat,
  4. Selakukan suatu perbuatan yang menurut perjanjian tidak dapat dilakukan
Bentuk-bentuk Wanprestasi:
  1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;
  2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
  3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
  4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
  1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan Negeri.
  2. Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.
2. CONTOH WANPRESTASI 

Kasus Wanprestasi Anak Perusahaan Krakatau Stell Dimeja Hijaukan
A.    Alur kejadian
Pada 8 Agustus 2012, PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) melakukan penandatanganan perjanjian kerjasama dengan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) – anak perusahaan PT. Krakatau Stell mengenai pengerukan Idredging Minus 12 Meter LWS (Low Water Spring) di dermaga III PT. KBS Cilegon, Banten, No. HK.02.01/030A/DU/VIII/2012 jo No. 06/ASIP/KBS/PO/VIII/2012, Dengan jangka waktu pengerjaan 8 Agustus 2012 sampai dengan 5 Januari 2013 (yaitu 150 hari sejak 8 Agustus 2012) dan dengan nilai keseluruhan proyek yaitu Rp 9,550 Milyar. Akan tetapi, ditengah-tengah pengerjaan proyek, ada permasalahan yang mengakibatkan PT. KBS melakukan pemutusan kerjasama dengan PT. ASIP secara sepihak yaitu per 20 November 2012. Padahal pada waktu itu proyek yang dikerjakan sudah mencapai 19,549 % per 23 Oktober 2012.
Perlu diketahui, ternyata PT. ASIP sudah mengeluarkan biaya operasional, serta menyetorkan dana sekitar Rp 5 Milyar yang dibagi dalam dua tahap yaitu RP 500 juta digunakan sebagai jaminan uang muka dan Rp 500 juta lagi digunakan untuk jaminan pelaksanaan pada Bank Bukopin cabang Sidoarjo.
Akan tetapi, sekitar awal Januari 2013 pihak Bank Bukopin telah mencairkan bank garansi (uang jaminan) yang telah disetorkan PT. ASIP tersebut kepada PT. KBS tanpa persetujuan dari pihak PT. ASIP. Tindakan ini yang telah dilakukan oleh Bank Bukopin cabang Sidoarjo ini tidak menghormati proses hukum yang sedang berlangsung. Ungkap Adil pradjadja kuasa hukum PT. ASIP.

B.    Permasalahan
Jadi, dalam kasus diatas siapakah yang bersalah ? Berdasarkan alur cerita diatas, PT. Krakatau Bandar Samudra bersalah atas PT. Acretia Shosa Inti Persada. Karena, PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) melakukan wanprestasi dengan memutuskan kontrak kerja yang telah ditandatangani dengan PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) secara sepihak per 20 November 2012 karena terdapat permasalahan yang tadak dapat dijelaskan.
Kemudian, dalam kasus diatas juga terdapat pihak ketiga yaitu Bank Bukopin cabang Sidoarjo yang melakukan pelanggaran atau cacat janji kepada PT. Acretia Shosa Inti Persada. Sebab pada saat itu PT. ASIP telah mengeluarkan biaya operasional serta menyetorkan dana sebesar Rp 1 Milyar kepada Bank Bukopin cabang Sidoarjo. Namun, bank bukopin telah mencairkan dana tersebut kepada PT. KBS tanpa persetujuan dari pihak PT. ASIP.

C. Analisis Kasus
Dalam sebuah perjanjian selalu ada dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki hak yang harus dipenuhi begitu juga dengan PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) yang melakukan perjanjian kerjasama dengan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS) – anak perusahaan PT. Krakatau Stell mengenai pengerukan Idredging Minus 12 Meter LWS (Low Water Spring) di dermaga III PT. KBS Cilegon, Banten, No. HK.02.01/030A/DU/VIII/2012 jo No. 06/ASIP/KBS/PO/VIII/2012, Dengan jangka waktu pengerjaan 8 Agustus 2012 sampai dengan 5 Januari 2013 dan dengan nilai keseluruhan proyek yaitu Rp 9,550 Milyar. Akan tetapi, ditengah-tengah pengerjaan proyek, ada permasalahan yang mengakibatkan PT. KBS melakukan pemutusan kerjasama dengan PT. ASIP secara sepihak yaitu per 20 November 2012.
Pdahal menurut pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1.      Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat atau adanya penawaran dan penerimaan dari suatu perjanjian, setuju disini yaitu sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada gangguan. Dalam hal ini adalah PT. Acretia Shosa Inti Persada (ASIP) dan PT. Krakatau Bandar Samudra (KBS).
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian atau mengadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3.      adanya objek perjanjian, yaitu dalam hal ini adalah penggarapan proyek LWS (Low Water Spring).
4.   Sebab yang halal yaitu tujuan antara dua belah pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata, sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan dengan tata susila  atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi hukum.
Tindakan yang dilakukan oleh PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo ini telah melanggar hukum mengenai wanprestasi pasal 1238 KUHPer yang akibatnya seharusnya pihak debitor yaitu PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo membayar ganti rugi kepada pihak kreditor yaitu PT. ASIP. Dikarenakan PT. KBS sendiri telah memutuskan kontrak kerja secara sepihak setelah PT. ASIP telah menngeluarkan biaya operasional serta menyetorkan dana untuk uang muka dan jaminan pelaksanaan sebesar Rp 1 Milyar kepada Bank Bukopin. Sedangkan pihak Bank Bukopin sendiri dirasa telah lalai dalam kewajibannya dan telah mencairkan dana tersebut kepada PT. KBS tanpa sepengetahuan PT. ASIP.
Sesuai ketentuan pasal 1267 KUHPer Debitur harus membayar ganti rugi kepada kreditur. Dan sesuai dengan pasal 1246 KUHPer  tentang bagian-bagian kerugian, yaitu:
1)      Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah dikeluarkan oleh pihak.
2)      Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan satu pihak yang diakibatkan oleh pihak lainnya.
3)      Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh kreditur apabila debitur tidak lalai.
Dan  kerugian yang harus dibayar oleh PT. KBS adalah tentang biaya yang telah di keluar-kan PT. ASIP yang telah digunakan untuk biaya operasional dan biaya untuk jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan kerja.
Sedangkan dari pihak Bank Bukopin sendiri karena telah meletakkan uang dalam bank maka dia berhak atas bunga yang telah ada. Jadi Bank Bukopin harus melunasi atau menyerahkan ganti rugi untuk bunga dari PT. ASIP.
Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 10 pasal 14 dan 17 Tahun 1998 tentang perbankan menerangkan bahwa :
Pasal 14.  Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau kontrak   antara Bank Umum dengan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut.
Pasal 17.  Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Dalam pasal-pasal tersebut telah jelas bahwa seorang kreditor mempunyai hak atas uang yang telah ia taruh di Bank dan dari pihak yang tidak bersangkutan tidak berhak memutuskan sesuatu atau melakukan sesuatu atas barang titipan atau simpanan tersebut tanpa seijin dari pihak yang bersangkutan dan sesuai dengan perjanjian yang telah terjalin antara keduanya.
Dan dalam hal ini Bank Bukopin telah melanggar ketentuan-ketentuan tersebut dengan mencairkan dana yang telah diberikan oleh PT. ASIP guna untuk jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan proyek kerja yang telah dijalani bersama PT. KBS secara sepihak dan tanpa persetujuan dari PT. ASIP sendiri serta tidak membayarkan bunga yang seharusnya menjadi hak PT. ASIP tersebut.
D. Kesimpulan
            Berdasarkan analisa diatas dapat disimpulkan bahwa PT. ASIP sebagai pihak yang dirugikan atas tindak pelanggaran hukum oleh PT. KBS dan Bank Bukopin cabang Sidoarjo. Karena mereka telah melakukan wanprestasi dan penyalah gunaan hak atas barang yang bukan haknya kepada PT. ASIP. Sehingga kedua pihak harus diproses dan dikenakan hukum perdata yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan pasal 1238 KUHPer yang mengatur tentang wanprestasi serta  menerima sanksi bahwa pihak tersebut harus mengganti rugi atas uang yang telah dikeluarkan oleh PT. ASIP  untuk uang jamian kerja dan jaminan pelaksanaan serta untuk biaya operasional lainnya, sesuai dengan ketentuan pasal 1267 KUHPer tentang ganti rugi.
            Selain itu untuk pihak Bank Bukopin sendiri harus menerima sanksi untuk membayarka bunga dari  uang yang disetorkan oleh pihak PT. ASIP dahulu (jika ada) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan dan Bank Bukopin juga harus bertanggung jawab atas pencairan uang yang dilakukannya tanpa pemberitahuan pihak pertama sesuai dengan ketentuan Surat Keputusan Direksi Bnak Umum Indonesia yang menerangkan tentang garansi bank dan ketentuan-ketentuan lainnya.

sumber : http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian-prestasi-wanprestasi.html
https://shareshareilmu.wordpress.com/2012/02/05/wanprestasi-dalam-perjanjian/
http://amirrusdy1.blogspot.co.id/2014/02/kasus-wanprestasi.html