BAB X
Pengaruh Kualitas Pelayanan terhadap loyalitas anggota
koperasi
A. Keanggotaan koperasi
Menurut
UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, pengertian Koperasi adalah badan
usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum Koperasi dengan
melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Koperasi adalah suatu
perkumpulan yang beranggotakan orang-orang atau badan-badan yang memberikan
kebebasan masuk dan keluar sebagai anggota, dengan bekerja sama secara kekeluargaan
menjalankan usaha, untuk mempertinggi kesejahteraan para anggotanya (Arifinal
Chaniago, 1984: 1). Pendapat senada dengan pendapat Ropke, jochen (1985) yakni
koperasi merupakan organisasi yang anggotanya sebagai pemilik dan sekaligus
sebagai pelanggan.
B. Kualitas Pelayanan
Pelayanan
pada hakikatnya adalah serangkaian kegiatan dalam proses pemenuhan kebutuhan
melalui aktifitas orang lain, oleh karena itu pelayanan merupakan proses.
Sebagai prose, pelayanan berlangsung secara rutin dan berkesinambungan (Moenir,
1995: 27). Sagimun dalam Purwanti (1999: 5) pelayanan adalah pemenuhan
kebutuhan anggotanya baik pemenuhan material maupun spiritual. Kotler (1998:
83) merumuskan pelayanan sebagai tindakan atau unjuk kerja yang ditawarkan oleh
satu pihak ke pihak yang lain secara prinsip intangible dan
tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan apapun. Menurut Olsen dan Wyekoff
dalam Yamit (2001: 22) kualitas pelayanan merupakan suatu perbandingan antara
harapan pemakai jasa dengan kinerja kualitas jasa pelayanan. Dengan kata lain
ada dua factor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan yaitu harapan dan
kinerja yang dirasakan karyawannya.
Syafrizal dalam jurnal Kualitas Pelayanan dalam Kepuasan Pelanggan (2008),
kualitas pelayanan merupakan penyampaian secara excellent atau superior
pelayanan yang ditujukan untuk memuaskan pelanggan sesuai dengan persepsi dan
harapannya. Kepuasan pelanggan akan tercapai bila kualitas pelayanan yang
dirasakan oleh pelanggan sama dengan jasa yang diharapkan, dalam arti
kesenjangan yang terjadi adalah kecil atau masih dalam batas toleransi.
C. Dimensi Kualitas Pelayanan
Menurut
Parasuraman (1998: 77), bahwa terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yaitu
sebagai berikut:
1. Tangibles,
atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu organisasi dalam menunjukkan
eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan
prasarana fisik organisasi dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata
dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa. Yang meliputi fasilitas fisik
(gedung), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (tekhnologi), serta
penampilan pegawainya.
2. Reliability,
atau keandalan yaitu kemampuan organisasi (perusahaan) untuk memberikan
pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus
disesuaikan dengan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama
untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap simpatik.
3. Responsiveness,
atau tanggapan yaitu kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang
cepat dan tepat kepada pelanggan, penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan
konsumen menunggu tanpa adanya suatu alasan yang jelas menyebabkan
persepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
4. Assurance,
atau jaminan dan kepastian yaitu, pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan
pegawai untuk menumnbuhkan rasa percaya para pelanggan perusahaan (organisasi).
Dimana jaminan ini terdiri dari beberapa komponen antara lain: komunikasi,
keamanan kompetensi, dan sopan santun.
5. Empaty,
yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau bersifat
pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan
konsumen. Dimana suatu perusahaan (organisasi) diharapkan memiliki pengertian
dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan secara spesifik, serta
memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
D. Pengembangan Kualitas Pelayanan
Salah satu konsep yang dimiliki kaitan erat dan berdampak langsung terhadap
keberhasilan pendekatan kualitas pelayanan adalah system computer. Dalam usaha
meningkatkan pelayanan, tiap organisasi haruslah memperhatikan dan mendengarkan
pendapat yang dikeluarkan oleh pelanggan mengenai jasanya (Berry dan
Parasuraman, 1997: 79). Dalam mengembangkan kualitas pelayanan yang efektif
melalui system informasi, ada lima petunjuk yang perlu dilakukan (Berry dan
Parasuraman, 1997: 80) :
a. Mengukur
besarnya harapan pelanggan atas pelayanan. Perusahaan atau suatu organisasi
harus dapat mengukur besarnya harapan yang muncul atas pelayanan yang diberikan
kepada pelanggan.
b. Menentukan
di mana titik berat kualitas informasi. Perusahaan atau organisasi harus mampu
menetapkan titik berat kualitas informasi yang ingin dicapai. Penitikberatan
kualitas informasi pada proses keputusan pihak manajemen yang berkaitan dengan
peningkatan pelayanan yang diharapkan.
c. Mengetahui
saran pelanggan. Perusahaan atau organisasi dituntut untuk dapat mendengarkan
dan memahami saran pelanggan mengenai produk atau jasanya.
d. Menghubungkan
kinerja pelayanan dan output yang dihasilkan oleh perusahaan. Organisasi
diharapkan mampu mengkaitkan kinerja pelayanan dengan tujuan organisasi. Dapat
disimpulkan bahwa koperasi harus mampu memberi alternatif rasional bagi
pelanggannya (anggota) melalui berbagai kebijakan insentif usaha maupun
perbaikan dalam teknis pelayanan pelanggan. Sehingga indikator yang digunakan
pada variabel kualitas pelayanan ini adalah:
1) Ketepatan
waktu dalam memberikan pelayanan.
2) Kesesuaian
dalam hasil pelayanan yang diberikan.
3) Pemberian
fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang.
Manjemen Strategi
1. Strategi SO, Mengembangkan strategi
promosi yang dapat meningkatkan penjualan
pembinaan dan pelatihan koperasi & UKM oleh
pemerintah dan berkembangnya teknologi informasi
dan komunikasi untuk melakukanpromosi kepada
para target pasar.
2. Strategi
WO, Mengembangkan kemampuan anggota
Peningkatan produktivitas anggota
dalam menjalankan aktivitas organisasi
dapat ditingkatkanmelalui program- program
pelatihan yang dilakukan oleh pemerintah dan
anggotakoperasi. Pelatihan bagi anggota merupakan sebuah
proses mangajari pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar
anggota semakin terampil
dan mampu melaksanakan tanggung jawab dengan semakin
baik.
3. Strategi ST, Meningkatkan
sistem manajemen pengendalian persediaan untukmenghindari persaingan
harga. Sistem manajemen pengendalian persediaan dimulai dari peramalan
harga dan peramalan permintaan,
penentuan pemasok,waktu pemesanan, jumlah pemesanan, harga jual sampai
dengan perhitungan-perhitungan biaya seperti biaya penyimpanan,
biaya pemesanan atau pembelian biaya penyiapan, ataupun biaya kehabisan
atau kekurangan bahan.
4. Strategi WT, Menerapkan sistim manajemen informasi yang terpadu.
Menerapkan sistem informasi manajemen yang terpadu dapat meminimalkankelemahan yang
ada seperti dapat meminimalkan biaya-
biaya yang tidak
diinginkan seperti kerugian akibat keputusan yang kurang tepaat.
A. Pengertian Manajemen Strategis Koperasi
Menurut G.Terry, Manajemen adalah suatu proses yang
terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan
penggunaan suatu ilmu dan seni secara bersama – sama menyelesaikan tugas untuk
mencapai tujuan. Strategik adalah rencana jangka panjang dengan diikuti
tindakan – tindakan yang ditujukan untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Menurut Ketchen (2009) manajemen strategis adalah sebuah analisis, keputusan
dan aksi yang dilakukan perusahaan untuk menciptakan dan mempertahankan
keunggulan kompetitifnya. Maka manajemen strategik Koperasi adalah suatu
ilmu perencanaan,pengorganisasian, penerapan / pelaksanaan, dan pengawasan
terhadap alokasi sumber daya untuk menerapkan suatu kebijakan dalam koperasi
tersebut agar tercapainya tujuan yang sudah direncanakan. manajemen merupakan
hal yang sangat penting dalam koperasi. Manajemen menunjukka bahwa fungsi atau
kegiatan manajemen (POAC) secara langsung maupun tidak langsung selalu
bersangkutan dengan unsur manusia, planing berarti ciptaan manusia, organizing
selain mengatur manusia, actuating adalah proses gerakan manusia, dan sedangkan
controling diadakan agar pelaksanaan manajemen selalu dapat meningkatkan hasil
kerjanya. Kini manajemen strategik tidak hanya sebaga kebutuhan bagi
koperasi namun juga sebagai faktor kompetisi sehingga dapat menampilkan
eksistensi nya di kancah Nasional.
Mengacu pada pendapat Peter Davis (1995), ada
bebrapa hal penting dalam manajemen strategis koperasi (Cooperative
Management Strategic) diantaranya :
1. Strategis
harus berjalan pada tingkat fungsional operasiona, maupun tingkat koperasi
sebagai badan usaha (corporate).
2. Tidak akan
pernah ada program manajemen strategis koperasi yang efektif tanpa manajemen
sumber daya manusia, sebab manajemen strategis koperasi berpusat pada orang
(human centred), dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, serta budaya koperasi.
3. Koperasi perlu
melakukan merjer dan bukan bersaing di dalam pasar global, tetapi harus mampu
bersaing dengan perusahaan “transnational” didalam pasar nasional.
4. Identitas dan
tujuan koperasi memberi koperasi arah strategis dan legitimasi serta
diferensiasi di dalam pasar, yaitu nilai- nilai koperasi strategis yang besar.
5. Akar komunitas
koperasi dan prinsip keanggotaan (membership based) adalah kekuatan strategis
yang besar, yang memungkinkan koperasi mampu secara efektif mengembangkan
“kompetensi” lokal untuk mengalahkan perusahaan transnasional dalam persaingan.
6. Koperasi dapat
mengembangkan suatu “global brand”, berdasarkan identitas, nilai-nilai dan
tujuan koperasi. Hal ini akan sangat memperkuat daya saing tingkat nasional
dari koperasi- koperasi primer.
7. Komite
sektoral ICA (International Cooperative Alliances) harus diperkuat agar mampu
mengembangkan tim proyek untuk sektor tersebut. Untuk mengidentifikasi dan
mengembangkan bisnis baru, serta mendukung pengembangan strategi koperasi, pada
tingkat nasional, tetapi dari sudut pandang global.
8. Koperasi harus
belajar untuk bekerjasama pada tingkat global, pada wilayah pemasaran “public
image” dan kesadaran masyarakt terhadap terhadap gerakan koperasi serta
mengembangkan “top quality management”
9. ICA harus
diperkuat untuk mampu melakukan kontrak dengan lembaga idependen yang dapat
menyusun standar kualitas bagi koperasi. Semua koperasi primer maupun sekunder
harus diakreditasi untuk memenuhi standar kualitas tersebut. Hal ini penting
untuk melindungi pemasaran “branded product” global, dari kelemahan manajemen
koperasi primer yang tidak mampu mencapai WCCQ (World Cooperative Quality).
Ketika lingkungan berubah dengan cepat, akan ada
tekanan yang menyebabkan kita hanya berpikir jangka pendek, dan kehilangan arah
untuk tujuan-tujuan strategis menyeluruh (overall goals). Koperasi perlu
mengembangkan strategi agar dapat mempertahankan fokus dan tujuan, agar dapat
menegakkan dan mengembangkan nilai-nilainya, mengembangkan pelayanan bagi anggota
dan pelanggannya.
Tujuan dari manajeman strategis adalah agar koperasi
mampu menjaga kesesuain antara identitasnya, dan tujuannya serta lingkungannya.
Koperasi harus mengembangkan strategi untuk menjaga dan mengembangkan pangsa
pasarnya dan mengembangkan kemampuan memasok sesuai dengan kebutuhan anggota
dan pelanggannya secara menyeluruh. Strategi pada akhirnya berarti pencapaian
keuntungan kompetitif di pasar.
B. Bagian – bagian
Manajemen Strategik Koperasi
Untuk mencapai segala sesuatu yang menjadai tujuan
koperasi tersebut terlebih dari pelayanan kepada anggota, terhadap pemasaran
koperasi, terhadap keuangan koperasi, hingga pada manajemen strategi terhadap
SDM koperasinya. Berikut ini kami jabarkan beberapa manajemen
strategik yang sangat penting dilaksanakan dan diterapkan oleh Koperasi
diantaranya :
1. Manajemen
strategik pelayanan Kepada anggota Koperasi
Hal ini sangat penting dikarenakan pelayanan adalah
nilai penting bagi anggota, kerena tujuan dari sebuah koperasi adalah kesejahteraan
anggota, maka koperasi harus maksimal dalam aspek pelayanan kepada anggota baik
dari waktu ke waktu koperasi juga harus memperbaiki kualitas pelayanan terhadap
anggotanya.
2. Manajemen
strategik Pemasaran Koperasi
Dalam hal pemasaran koperasi juga harus bisa lebih
unggul dari perusahaan lainnya. Pemasaran yang baik, kreatif dan inovativ
diharapkan mampu menarik masyarakat untuk bergabung menjadai anggota koperasi
dan mampu loyal terhadap koperasi tersebut. Sehingga dapat mendatangkan
keuntungan yang lebih baik.
3. Manajemen
strategik Keuangan koperasi
Keuangan merupakan kunci utama dari sebuah
organisasi. Semua kegiatan yang dilakukan koperasi haruslah memiliki dana yang
jelas mulai dari keputusan menarik dana, menginvestasikan dana, serta penggunaan
modal koperasi. Hal ini haruslah dilakukan secara bijak oleh menejer dibawah
pengawana dari pengawas.
4. Manajemen
Sumber daya Manusia Strategik dalam koperasi
Seperti yang telah disebutkan diawal tadi bahwa SDM
merupakan poin penting dari sebuah organisasi dan manajemen didalamnya. Maka
dari itu SDM yang berada didalam jajaran koperasi haruslah memilik kompetensi
keahlian pada bidangnya masing – masing.
A. Pengertian Evaluasi
dan Strategi
Evaluasi strategi adalah tahap
proses manajemen dimana manajer puncak berusaha memastikan bahwa strategi yang
mereka pilih terlaksana dengan tepat dan mencapai tujuan perusahaan. Para
manajer sangat perlu mengetahui kapan strategi tertentu tidak berfungsi dengan
baik, evaluasi strategi berarti usaha untuk memperoleh informasi ini. Semua
strategi dapat dimodifikasi di masa depan karena faktor-faktor eksternal dan
internal selalu berubah.
Tiga macam aktivitas mendasar
untuk mengevaluasi strategi adalah
1. Meninjau faktor-faktor
eksternal dan internal (dasar strategi sekarang).
2. Mengukur prestasi.
3. Mengambil tindakan
korektif.
Aktivitas perumusan strategi,
implementasi dan evaluasi terjadi di tiga tingkat hierarki dalam organisasi
yang besar, korporasi, divisi atau unit bisnis strategis, dan fungsional. Perusahaan
bisnis multidivisional yang biasanya besar, memiliki tiga level strategi:
korporasi, bisnis dan fungsional.
Strategi
adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,
perencanaan, dan eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Merumuskan strategi bisnis melibatkan pengambilan keputusan pada tingkat unit
bisnis. Di dalam strategi tingkat ini yang ditujukanadalahbagaimanacarabersaingnya.
Pendekatan yang berguna di dalam merumuskan strategi bisnis sebaiknya didasarkan atas analisis persaingan yang dicetuskan oleh Michael Porter:
Pendekatan yang berguna di dalam merumuskan strategi bisnis sebaiknya didasarkan atas analisis persaingan yang dicetuskan oleh Michael Porter:
1. Ancaman Pendatang Baru.
2. Daya Tawar Menawar Pemasok.
3. Daya Tawar Menawar Pembeli.
4. Daya Tawar Produk Pengganti.
5. Persaingan Antar Pesaing.
B. Hakekat Evaluasi Strategi
Proses manajemen strategis menghasilkan keputusan yang dapat mempunyai konsekuensi yang signifikan dan jangka panjang. Evaluasi strategi merupakan proses yang rumit dan sensitif. Terlalu banyak mengevaluasi strategi dapat menghabiskan biaya yang sangat mahal dan bisa jadi kontra produktif. Evaluasi strategi penting untuk memastikan tujuan-tujuan strategi yang dapat ditetapkan dapat tercapai.
1. Kegiatan Evaluasi Strategi
Mengkaji landasan strategi bisnis/perusahaan, membandingkan hasil yang diharapkan dengan kenyataan, mengambil tindakan korektif untuk memastikan bahwa kinerja sesuai dengan rencana
2. Kriteria Evaluasi Strategi
Konsistensi; sebuah strategi tidak boleh memiliki tujuan dan kebijakan yang tidak konsisten. Kelayakan; sebuah strategi tidak boleh terlalu banyak membebani sumber daya yang ada maupun tidak boleh menciptakan sub masalah yang tidak dapat dipecahkan. Kesesuaian; kesesuaian mengacu pada kebutuhan para perencana strategi untuk mengkaji serangkaian trend maupun masing-masing tren dalam mengevaluasi strategi. Keunggulan, mendorong penciptaan dan mempertahankan keunggulan kompetitif di bidang tertentu.
3. Alasan perlunya Evaluasi Strategi
Semakin kompleknya masalah lingkungan semakin sulitnya memprediksi masa organisasi. Berkurangnya rentang waktu dimana perencanaan dapat dilakukan dengan tingkat ketepatan tertentu.
4. Proses Evaluasi Strategi
Evaluasi Strategi harus mempertanyakan harapan dan asumsi manajerial, memicu tinjauan sasaran dan nilai serta merangsang kreativitas dalam menghasilkan alternatif dan memformulasikan kriteria evaluasi. Evaluasi strategi harus dilaksanakan secara berkelanjutan.
5. Mengkaji ulang Landasan strategi
Mengembangkan matrik EFE dan EFI yang telah direvisi Matrik EFI yang sudah direvisi harus fokus pada perubahan dalam kekuatan dan kelemahan manajemen, pemasaran, keuangan/akunting, produksi/operasi, litbang dan SIM Matrik EFE yang sudah direvisi harus menunjukkan seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespon peluang dan ancaman utama.
6. Mengukur Kinerja Organisasi
Aktivitas ini termasuk membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya, menyelidiki penyimpangan rencana, mengevaluasi prestasi individual dan menyimak kemajuan yang dibuat kearah pencapaian sasaran yang dinyatakan.
Ada Tiga alasan aktivitas pokok evaluasi strategi:
1. Mengkaji ulang atas landasan evaluasi strategi.
2. Mengukur kinerja organisasi dengan membandingkan hasil yang diharapkan dengan hasil yang sebenarnya.
3. Pengambilan tindakan korektif untuk memastikan kinerja sesuai dengan rencana.
Beberapa potensi masalah yang berkaitan dengan penggunaan kriteria kuantitatif untuk mengevaluasi strategi antara lain:
1. Sebagian besar kriteria kuantitatif lebih mengacu pada tujuan tahunan daripada tujuan jangka panjang.
2. Metode akuntansi yang berbeda bisa menghasilkan hasil yang berbeda dalam berbagai kriteria kuantitatif.
3. Penilaian secara intuitif hampir selalu dilakukan dalam penjabaran kriteria kuantitatif.
Dengan adanya beberapa alasan-alasan tersebut dan alasan lainnya, kriteria kualitatif dibutuhkan dalam mengevaluasi strategi. Faktor manusia seperti tingkat ketidakhadiran dan rasio turn over yang tinggi, kualitas dan kuantitas produksi yang rendah, atau tingkat kepuasan karyawan yang rendah, merupakan penyebab menurunnya kinerja. Faktor-faktor dalam pemasaran, keuangan/akuntansi, litbang, atau sistem informasi manajemen juga dapat menimbulkan masalah keuangan (Fred. R. David, 2006: 446).
C.
Kriteria Evaluasi
Bidang efektivitas organisasi yakni merumuskan dan mengukur faktor-faktor evaluasi sangat kompleks. Memilih sejumlah faktor sebagai dasar untuk mengevaluasi bukanlah masalah yang mudah. Berbagai kriteria dapat digunakan dengan tepat, tergantung pada tujuan evaluasi seperti yang ditunjukkan kelima jenis pendekatan pengendaliannya. Mengevaluasi isi dan proses strategi serta rencana harus berperan dalam sistem. Artinya, evaluasi diasumsikan secara khas sebagai cara atau metode untuk mengetahui apakah isi strategi bekerja atau tidak bekerja. Berikut adalah kriteria penilaian dalam mengevaluasi suatu strategi:
1. Kriteria kuantitatif
Dalam mencoba mengevaluasi strategi perusahaan secara kuantitatif, dapat dilihat dengan bagaimana prestasi perusahaan dibandingkan dengan apa yang dilakukan di masa lampau, atau membandingkannya dengan para pesaingnya dalam hal seperti laba bersih, harga saham, tingkat dividen, laba per lembar saham, hasil pengembalian atas modal, hasil pengembalian atas ekuitas, pangsa pasar, pertumbuhan penjualan, dan lain sebagainya. Selain faktor tersebut, banyak faktor-faktor lain yang mungkin terlihat. Tentu saja, faktor dan ukuran keberhasilan dapat jauh berbeda untuk perusahaan lain tergantung pada tujuan dan strategi. Contohnya, cara yang biasa digunakan para eksekutif untuk memantau pabrikasi sering kali mengandalkan ukuran perputaran persediaan. Ini dapat diterima jika strateginya mengandalkan pengukuran keluaran operasi produksi jangka panjang.
Sebagian besar, tolak ukur ini bersifat internal. Tetapi penilaian objektif dapat juga dibuat dengan membandingkan keberhasilan perusahaan dengan keberhasilan perusahaan lain yang sejenis. Hal ini adalah suatu aspek penting penilaian tentang kekuatan dan kelemahan, sebagai masukan untuk mengembangkankeunggulanbersaing.
Pendekatan lainnya adalah menanyakan kepada ahli tentang perusahaan yang paling berhasil, hal ini adalah pendekatan subjektif. Baik pendekatan objektif maupun pendekatan subjektif terhadap pengukuran, menjadi semakin sukar bila kriteria yang digunakan untuk menilai suatu keberhasilan lebih dari satu.
2. Kriteria kualitatif
Telah dikemukakan bahwa penilaian subjektif dapat dicakupkan dengan evaluasi pasca-fakta. Beberapa kriteria kualitatif dapat juga digunakan di sini untuk tujuan tersebut. Bahkan seperti dikemukakan sebelumnya, penilaian subjektif untuk memastikan bahwa strategi yang dijalankan memang tepat. Tetapi kriteria disini cenderung lebih tepat untuk mengkaji rencana secara menyeluruh sebelum perusahaan diminta mengubah arah atau menjalankan strategi. Serangkaian pertanyaan kualitatif diajukan untuk setiap kriteria ini. Pertanyaan dasarnya adalah apakah tujuan, strategi, dan rencana terpadu dan komprehensif sudah konsisten, tepat, dan dapat berjalan (workable).
a. Konsistensi
Apakah rencana yang terpadu dan komprehensif sudah konsisten dengan tujuan, asumsi lingkungan, dan kondisi internal?
b. Ketepatan
Apakah rencana yang terpadu dan komprehensif sudah memperoleh sumber daya yang diperlukan, preferensi resiko, dan wawasan waktu.
c. Workable
Apakah rencana yang terpadu dan komprehensif layak dan memberikan simulasi terhadap perusahaan?
D. Proses Pengendalian/Kontrol
adalah untuk memastikan sampai sejauh mana suatu perusahaan itu berjalan. Prosesnya yaitu membandingkan beberapa kinerja pada hasil yang telah dicapai untuk selanjutnya mengambil tindakan perbaikan jika diperlukan.
a) Menentukan apa yang diukur.
Manajer puncak dan operasional dalam suatu perusahaan perlu menentukan proses implementasi dan hasil-hasil yang akan dipantau. Proses dan hasil tersebut harus dapat diukur dalam cara yang objektif dan konsisten.
Secara ‘tradisional’ banyak perusahaan bahwa mengevaluasi strategi hanya menilai bagaimana kinerja perusahaan. Apakah aset meningkat? Apakah provit meningkat? Apakah produktivitas meningkat? Bagaimana dengan Return on Investment?
Banyak yang beranggapan indikator-indikator tersebut memuaskan/ berjalan sebagaimana mestinya. Namun, cara-cara tersebut terkadang membuat kita misleading. Karena fokus perusahaan tidak hanya jangka pendek, namun juga jangka panjang yang tidak hanya fokus pada analisis tersebut saja, kita juga membutuhkan analisis lain seperti pelanggan, stakeholder, SDM, dll.
b) Menetapkan standar kinerja.
Standar kinerja merupakan sasaran strategis atas hasil kerja yang dapat diterima. Penentuan standar kinerja tidak hanya pada hasil akhir namun juga pada prosesnya.
c) Mengukur kinerja aktual.
Pengukuran dilakukan saat awal penentuan standar.
d) Membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditetapkan.
Proses-proses akan berakhir jika telah sesuai standar atau terdapat penyimpangan yang masih dapat diterima (rentang toleransi).
e) Mengambil tindakan perbaikan.
Tindakan perbaikan dilakukan jika hasilnya memang sudah tidak bisa di toleransi. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum perbaikan:
- Apakah penyimpangan suatu kebetulan?
- Apakah proses yang berjalan tidak berfungsi dengan baik?
- Apakah proses yang berjalan sesuai standar?
Tindakan perbaikan tidak hanya untuk memperbaiki penyimpangan yang terjadi, namun juga untuk mencegah kejadian tersebut agar tidak terulang kembali.
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar